Judul
: Remember When
Penulis : Winna Efendi
Penulis : Winna Efendi
Editor
: Samira dan Gita Romadhona
Penerbit
: Gagas Media
Jumlah Halaman : 258 Halaman
Jumlah Halaman : 258 Halaman
Cetakan : April, 2011
ISBN : 978-979-780-487-9
Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.
Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?
Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?
"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?
Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.
Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?
Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?
"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?
Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.
--
Remember When adalah novel yang akan mengajak
pembaca untuk mengenang kembali jungkir balik dan bahagianya masa putih abu-
abu.
Kisah tentang
empat sahabat saat masa SMA. Dan, tentang kata hati yang tak akan pernah bisa
disangkal.
Adrian yang
tampan dan jago basket berjuang dan akhirnya berhasil mendapatkan hati Gia yang
menjadi bunga sekolah. Sementara itu sahabatnya, Moses sang ketua OSIS dan tentunya pintar berhasil merebut hati
Freya- sahabat Gia, sang kutu buku.
Adrian dan
Gia menjadi pasangan paling romantis di Sekolah, sangat jauh berbeda dengan
Moses dan Freya yang lebih memilih menghabiskan waktu dengan belajar bersama.
Bagi Moses, pacaran adalah sesuatu hal yang tak perlu diumbar, namun melihat
romantisnya Adrian dan Gia, hati kecil
Freya berbisik kecil “Pernah nggak sih, lo berharap punya cinta yang lain? Yang
meledak- ledak, yang bikin kaki lo lemes, yang bikin jantung nggak keruan..”.
Freya terdiam.
Semua
berjalan seolah sempurna, namun tentunya sebuah kisah cinta tak akan pernah
berjalan mulus. Perubahan- perubahan terjadi, kebohongan, dilema, dan rasa
cinta yang hilang masuk ke dalam lingkaran persahabatan mereka.
Kematian mama
Adrian membuat segalanya buyar. Freya yang terpaksa harus menemani di Rumah
sakit, membuat kisah tersendiri yang akhirnya menjadi akar dari sebuah luka
yang menanti bagi persahabatan mereka.
Adrian yang
kehilangan mamanya, dan Freya yang kehilangan papanya. Keduanya merasakan
kehilangan yang sama, merasakan luka yang tak akan pernah kering. Rasa
kehilangan itulah yang akhirnya membuat Adrian dan Freya saling jatuh cinta.
Keduanya
merasakan dilema yang luar biasa. Kebohongan terus diucapkan Adrian kepada Gia,
bak permen kapas semua terasa manis, namun Adrian tak sadar bahwa permen itu
tak akan pernah utuh, pasti akan habis. Begitupula dengan kebohongannya, yang
akhirnya harus diketahui Gia.
Persahabatan
yang hancur, dan hati yang patah.
Masa putih
abu- abu berubah menjadi suram, Adrian bersikeras untuk mendapatkan Freya,
namun Moses juga bersikeras tak akan melepaskan Freya. Freya berada dalam
kegamangan, disatu sisi ia mencintai Adrian namun disisi lainnya ia tak ingin
menyakiti Moses dan Gia.
Karena pada akhirnya, hati hanya mampu ditempati oleh satu orang saja. Siapakah yang akan dipilih Freya, bertahan dengan Moses agar persahabatannya dengan Gia terjaga ataukah ia memilih untuk memperjuangkan hatinya....untuk memilih Adrian?
Siapkanlah diri kalian untuk menikmati kisah cinta yang begitu menguras emosi...
---
Winna Efendi
adalah satu penulis terbaik di Indonesia. Wanita kelahiran 1986 ini telah
menulis beberapa buku seperti: Ai, Refrain, Glam Girls: Unbelievable,
Tomodachi, Melbourne, Draft1, Truth or Dare, Remember When, dan yang terbaru
yang akan rilis adalah Happily Ever After. Dan, keseluruhan bukunya telah
menjadi best-seller, dan bahkan 2 novelnya telah diangkat ke layar lebar,
yaitu: Refrain dan Remember When.
Sebagai
pembuka review, sayaakan mengacungkan jempol atas sinopsis yang sangat puitis
dan sangat memikat yang ada dibelakang buku.
Dengan desain
sampul yang terkesan simpel , cenderung berwarna kalem serta sinopsis yang ada
di belakang buku, saya mengira bahwa ini adalah dewasa, novel tentang Tuan dan
Nona, namun ternyata itu salah... ini adalah novel yang berkisah tentang Siswa
dan Siswi SMA.
Awal membaca
novel ini, saya sebenarnya tidak tertarik, mengingat cerita yang dibawakannya
sudah sangat klise, tentang sahabat yang menjadi cinta. Cerita seperti ini
sudah sangat sering dijumpai pada novel- novel atau tayangan televisi, idenya
sudah tidak segar lagi. Namun, Winna Efendi berhasil memikat kami. Winna sangat
apik memainkan narasi- narasi novel ini, diksi yang indah bertebaran dimana-
mana. Akhirnya tanpa sadar kami sendiri hanyut dalam novel ini, dan berpikir..
“Bahwa ternyata, tak peduli se-klise apapun
ceritanya, penulis yang hebat adalah penulis yang mampu meramu ide klise itu
menjadi sebuah cerita yang membuat pembaca tak sadar bahwa mereka telah sampai
dipenghujung cerita.”
Saya akan
memberikan nilai plus pada pengambilan sudut pandang yang Winna sajikan. Winna
berhasil menyajikan sebuah cerita dari sudut pandang Adrian, Freya, Moses, Gia,
dan Erik. Sebenarnya, sudah banyak novel yang menggunakan sudut pandang seperti
ini, namun sejauh ini hanya sebagian kecil yang berhasil meramu sudut pandang
itu menjadi sesuatu yang tidak membuat pembaca kebingungan dan Winna termasuk
salah satunya. Yang mendasari saya mengatakan itu adalah, Winna tidak sekedar mengubah
sudut pandang tapi juga gaya penceritaannya.
Winna dengan halus merangkai gaya penceritaannya,
dari Adrian yang memakai gue-elo, Freya yang kalem dan tenang, Gia yang
meledak- meledak, dan serius saat menjadi Moses.
Winna mampu
merapatkan jarak antara penulis dan pembaca. Secara tak langsung gaya
penceritaannya mampu memperlihatkan emosi dan sisi karakter kepada pembaca,
hingga membuat pembaca merasa akrab dengan tokoh dan bahkan diakhir cerita kami
merasa aneh. Tak ada tokoh yang mampu membuat saya memberikan bahwa dia seorang
yang jahat karena berselingkuh ataukah karena hal- hal lain, semua tokoh terasa
menjadi antagonis, padahal jika ingin melihat lebih dalam, tentunya yang akan
menjadi tokoh Protagonis adalah Adrian dan Freya. Namun, Winna berhasil membuat
pembaca merasakan emosi yang ada di setiap tokoh. Pembaca bisa ikut merasakan
bagaimana kegamangan Adrian, merasakan frustasinya Gia, Kecewanya Moses, dan
ikut merasa sesak saat Freya harus menahan rasa cintanya kepada Adrian demi
menjaga persahabatan itu.
Winna
bercerita dengan sangat baik, mampu mendeskripsikan karakter-
karakter-karakternya dengan sangat hidup. Adrian sang bintang basket, tampan
yang paling banyak mendapat teriakan murid- murid perempuan yang datang
menonton basket untuk cuci mata. Freya perempuan bertubuh tinggi, yang
sehari-harinya menenteng buku dan terkesan pendiam. Gia perempuan berkulit
kecokelatan dengan rambut ikal yang tergerai, cewek yang ceria dan supel.
Sementara Moses, sang ketua OSIS, mempunyai nilai yang hampir sempurna, dan
tipikal orang yang serius.
Namun, Winna
juga tidak “seenaknya” menciptakan sebuah karakter. Winna menyajikan karakter-
karakter yang walaupun sempurna secara fisik namun memiliki sifat- sifat yang membuat
“kesempurnaan fisik” itu harus “menurun”. Tidak seperti kebanyakan penulis yang
membuat tokohnya sempurna secara fisik, dan memberikannya sifat bak malaikat
sehingga membuat tokoh itu terkesan sangat jauh dari kenyataan.
Diluar dari
itu sebuah karya tentu tak pernah ada yang sempurna.
Ada beberapa
kesalahan penulis kata yang lupa dibetulkan, namun untungnya hal itu tak
terlalu menganggu.
Walaupun saya
suka dengan penyampaian narasi dan dialognya, kami merasa sedikit janggal dengan
dialog- dialog yang terasa sangat dewasa dan hal itu sedikit membanting
mengingat karakter- karakternya masih duduk dibangku sekolah menengah atas.
Overall, Remember When adalah sebuah paket istimewa. Winna mampu
menyajikan sebuah ide yang basi namun membuat candu, membawa pembaca ke
pemikiran baru dalam sebuah konflik.
Banyak sekali
kutipan- kutipan menarik dan bijak yang menghiasi novel ini. Remember When
mampu mengaduk- aduk emosi pembaca, dimenit yang lalu kita akan diajak
merasakan romansa yang sangat indah, lalu kita akan diajak jungkir balik
bersama dengan getirnya jatuh cinta. Namun, seperti kutipan dalam novel ini:
“Hidup juga
kayak cuaca. Hari ini bisa hujan, besok bisa cerah. Tapi, lo nggak akan punya
hujan selamanya, atau kemarau selamanya. Kita butuh pahit dan manis secara
bersamaan, sebuah bentuk keseimbangan.”
“Nggak ada
orang yang seratus persen bahagia, nggak ada juga orang yang seratus persen
sedih. Hidup itu kan penuh emosi, makanya dalam satu periode waktu kita bisa
ngerasain berbagai emosi berbaur jadi satu. Karena itu, kita jadi seimbang”
Rating: 5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar