Minggu, 19 Oktober 2014

Review Finally You





 

Judul                   : Finally You
Pengarang           : Dian Mariani
Penerbit              : Stiletto Book
Editor                  :  Herlina P. Dewi
Jumlah Halaman: 277 halaman
Cetakan               : Juni, 2014
ISBN                    :  978-602-7572-28-7 

 
"Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat untuk hidupmu." 


Luisa dan Raka, dipersatukan oleh luka.
Luisa yang patah hati setelah ditinggal Hans, memilih menghabiskan waktunya di kantor sampai malam. Bekerja tak kenal lelah. Siapa sangka, ternyata bos di kantornya juga baru putus cinta. Mereka sama-sama mencari pelarian. Mengisi waktu-waktu lengang selepas jam lembur dengan menyusuri jalan-jalan padat ibu kota. Berdua. Membagi luka dan kecewa.

Antara bertahan pada kenangan, atau membiarkan waktu yang menyembuhkan. Baik Luisa ataupun Raka membiarkan hubungan mereka berjalan apa adanya. Hubungan yang dewasa tanpa ungkapan cinta. Mungkin rasa aman dan nyaman bersama kenangan, membuat Luisa dan Raka malas menyesap rasa baru dalam hubungan mereka.

Namun, bagaimana jika seiring berjalannya waktu, Raka mulai benar-benar jatuh cinta ketika Luisa justru sedang berpikir untuk kembali kepada Hans? Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat untuk hidupmu.

Hans memutuskan hubungan mereka, tentu itu menjadi pukulan telak bagi Luisa. Hubungan yang telah dibangun 4 tahun lamanya, kandas begitu saja, ketika Hans dengan seenaknya mengeluarkan kata Putus karena jenuh. 

Sementara Raka, ditinggalkan oleh Saskia, yang lebih memilih untuk hidup bersama Bruce, seorang pria yang lebih dewasa dan mapan. Hal itu tak mengubah perasaan Raka pada Saskia. Kendati telah putus, Raka dan Saskia tetap bermesraan, walaupun Raka pada akhirnya sering menanyakan kejelasan hubungan mereka berdua, namun Saskia dengan lihai membuat Raka bungkam dengan memberinya sebuah “hadiah istimewa”.

 Bekerja di Kantor yang sama membuat Luisa dan Raka menjadi lebih dekat, bermula dari Raka yang meminta Luisa membaca tulisan tangan, menolong Luisa yang tengah mengalami sakit perut luar biasa, yang akhirnya berujung pada rutinitas makan malam sepulang kantor.

 Rutinitas itu menimbulkan rasa nyaman satu sama lain, hingga akhirnya Raka dan Luisa menjalin sebuah hubungan.

 Namun, tentu sebuah hubungan tak akan pernah mulus, tak akan datang bahagia begitu saja. Datang Saskia ke dalam lingkaran hubungan Raka dan Luisa, melihat Saskia, Luisa merasa ibarat gadis kampung, tak layak bersaing dengan sosok Saskia yang bak model kelas atas. Hingga akhirnya “kesempurnaan” Saskia membuat Luisa menyerah, ditambah lagi sikap Raka yang terkesan berdiam diri. 

 Semua menjadi rumit lagi, tatkala Hans datang dan membuat Saskia sadar bahwa Hans benar- benar mencintai Luisa dengan tulus.. Tapi, mampukah Luisa mengeyahkan kenangan bahwa Hans dulu pernah mengkhianatinya? 

“Kata orang, kalau sudah sekali selingkuh, seterusnya jadi kebiasaan. Ada kemungkinan dia bakal selingkuh lagi.”

 Pada akhirnya, hati hanya mampu menampung seorang saja, dan.. Luisa harus memilih, Raka yang telah begitu banyak berkorban untuknya ataukah pada Hans yang dulunya begitu ia cintai?

---
 Saya membaca novel ini kurang lebih tiga jam lamanya, novelnya sangat mudah untuk dinikmati walaupun dihiasi oleh konflik- konflik yang mengajak kita untuk membuka kembali luka masa lalu dan membuat kita merenung tentang penting atau tidaknya masa lalu dari orang yang kita cintai. 

 “Tapi masa lalumu dan kamu, menjadi satu, Ka. Masa lalumu adalah bagian dari hidupmu. Kalau saja aku bisa memiliki kamu tanpa masa lalumu. Atau kalau saja masa lalumu tak selalu muncul dalam hidupmu. Tapi, apakah benar kamu sudah bebas dari masa lalumu, Ka? Dan yakin tak akan kembali? Mungkin aku hanya seorang gadis bodoh yang masih dihantui masa lalu. Masa lalu kamu, dan masa laluku sendiri.Selama  masih ada dia, mondar- mandir di depan hidungku, aku nggak sanggup... menjalin hubungan apa pun dengan kamu

 Tak pernah mudah memang untuk benar- benar melupakan masa lalu, bahkan kadang hal itu hampir mustahil untuk dilakukan. Hal itulah yang terkadang menjadi batu hadangan untuk membangun hubungan yang serius. Beberapa orang atau mungkin hampir semuanya tak pernah mau untuk membangun sebuah hubungan dengan seseorang yang masih terikat dengan masa lalunya.

"Menurutku, nggak ada gunanya berusaha meraih kembali orang yang udah jelas-jelas nggak mau sama kita lagi.''

 Novel ini bukanlah novel yang membuat saya harus mengucapkan wah, wow, dan sejenisnya. Dian Mariani menyajikan cerita yang bukanlah hal baru, sederhana dan klise. Bos yang jatuh cinta kepada bawahan, datang mantan dari masing- masing pihak, dan bla- bla- bla.

 Namun, ada banyak hal yang membuat tak ingin memberikan jeda saat membaca novel ini. 

 Saya dibuat jatuh cinta kepada gaya penulisan Dian Mariani yang tak bertele- tele, sehingga membuat saya tak ingin memberikan jeda saat membaca novel ini. 

 Dian Mariani juga mampu menghadirkan dialog- dialog antara Raka, Luisa, Hans dan Saskia dengan cukup baik, namun sepertinya untuk menggambarkan tokoh- tokohnya Dian Mariani masih kurang dalam memberikan detailnya. 

 Oh iya, untuk masalah tokoh, saya dengan senang hati akan memilih Saskia sebagai tokoh yang membuat saya cukup kagum. Saya suka bagaimana Dian menghadirkan Saskia sebagai sosok yang akan membuat pembaca geregetan, wanita yang hanya mampu mengandalkan kecantikan fisiknya, wanita yang merasa bahwa ia mampu memiliki segalanya. 


“Dia mungkin akan pakai cara yang lain,”

“Cara apa?”

“Untuk misahin kamu dari aku.”

“Dia segitu cintanya sama kamu?”

“Bukan cinta, Sa. Dia perlu pembuktian bahwa dia nggak bisa ditolak. Her Pride.”

 Buat cewek- cewek sepertinya selain akan emosi berat dengan Saskia, kalian pasti juga akan kesal pada sosok Hans. Bagaimana tidak, setelah semua pesan dan telepon Luisa tak terbalas, tiba- tiba hubungan yang sudah dibangun bertahun- tahun, sudah merencanakan masa depan bersama, dengan seenaknya Hans memutuskan hubungan dengan Luisa----- hal itu masih mending, tapi saya benar- benar dibuat heran dengan cara Hans memutuskan Luisa, Hans memutuskan Luisa melalui email... email sodara- sodara!!!!

 “So sorry. Sebaiknya hubungan kita sampai di sini aja. Lebih baik kalau kita berpisah, karena aku merasa hubungan kita mulai terasa nggak nyaman”


 Tidak nyaman apanya? Rasa nyaman bagaiana yang dia cari? Kalau nggak nyaman, kok bisa dia bertahan sampai empat tahun?

 Bagian dimana Raka memberi “skak mat” kepada Luisa juga benar- benar terasa nyes, saya suka dialog Raka pada bagian ini, mampu membuat pembaca merenung tentang masa lalu yang sering dipermasalahkan dalam sebuah hubungan.

 Raka mengangkat ranselnya. “Kamu lebih penting dari masa lalu kamu.”

 Raka membuka pintu rumah, lalu mengenakan sepatunya. Membuka pintu pagar lalu menutupnya kembali.


 “Dan perihal harga diri.... Aku sudah lari meninggalkan masa lalu. Tapi kamu?” Raka berbalik dan melangkah. Meninggalkan Luisa yang tertegun.

Pernyataan Raka pada halaman 117 juga cukup nyes, gaes!

 "Tapi ... dia bisa memberikan segalanya buat kamu. Dia udah begitu mengenal kamu. Ah, dia hebat! Tidak seperti aku.''

 "Iya, dia hebat di ranjang. Sayangnya, hidup itu nggak cuma di atas ranjang."

 Luisa terdiam.


 Selain itu, hadirnya kata- kata Luisa dalam bentuk tweet dalam novel ini juga patut diacungi jempol. Saya bagaimana Luisa menuangkan perasaannya dalam sosial media 140 karakter itu. Puitis.

 “Semoga rindu ini tidak semu, kalau sendu saja tak apa.”


 “Kamu, hanya angan atau kenyataan?”


 “Kamu itu candu. Melupakanmu, mana bisa aku?”

 Tapi, saya sebenarnya kurang sreg dengan penyajian tweet tersebut, kata- katanya boleh puitis namun saya rasa font yang digunakan terasa tidak pas dan jarak antara satu tweet dengan tweet lainnya terkesan tidak beraturan #OkeIniHanyaMasalahSelera =)))

 Ada beberapa kutipan yang cukup menohok, cielah menohok =)))

1.      “Hidup itu susah, Pak. Bacaan itu gunanya untuk menghibur. Kalau novelnya sad ending, bisa kepikiran”


2.      “Mengharapkan orang yang tak lagi menginginkan kita, sangat menyakitkan”


3.      “He was fool for letting you go.”


4.      “Tak ada yang bisa mencegah dia muncul di hadapan kita. Masa lalumu sudah terjadi, dan itu bukan salahmu. Tak ada yang bisa menghapus masa lalumu. Bukan salahmu kalau dia masih begitu menginginkanmu.”

 Sepertinya review ini udah terlalu panjang =)) diakhir review, novel ini sangat cocok buat kalian yang masih dihadapkan pada pilihan- pilihan tentang seseorang yang pernah singgah di hatimu atau seseorang yang membantumu melupakan masa lalumu. Penulis menyajikannya dengan sangat sederhana, jadi kalian tak akan “pusing- pusing sendiri” =))


 Overall, 4/5.

Selasa, 14 Oktober 2014

Review Bunga di atas Batu










Judul                           : Bunga di atas Batu
Penulis                        : Aesna
Percancang Sampul    : Fahmi Fauzi
Penerbit                      : Moka Media
Cetakan                      : 2014
Jumlah halaman        : 127 halaman
ISBN                           : 979-795-842-6


Iris yang baik,


Setelah kupertimbangkan masak-masak, beginilah akhirnya cara yang kupilih. Bukan supaya diriku terelak dari duka perpisahan. Ketahuilah, pada huruf-huruf terakhir setiap kata yang kutulis, kesedihan menderaku tanpa ampun bagaikan pesuruh Zeus mendera Prometeus yang malang (bukankah kamu menyukai dongeng-dongeng Yunani?). Kutahankan rasa sakit itu demi hal-hal yang mungkin bisa kujelaskan lebih baik secara tertulis ketimbang dibicarakan langsung. Jika terasa tidak adil, maafkanlah.

Manakala surat ini sampai padamu, telah jauh aku meninggalkan rumah dan “tempat rahasia kita.” Tapi yakinlah, jarak di antara dua manusia bukan melulu perkara terlihat atau tidaknya sosok, terdengar atau tidaknya suara, terasa atau tidaknya sentuhan, terhirup atau tidaknya aroma masing-masing. Selama ini, misalnya, dengan bertemu setiap hari, seberapa dekat sebenarnya hati kita? Seberapa banyak kau mengerti perasaanku atas dirimu dan sebaliknya?


 Ini adalah kisah tentang Iris dan Bara, dua anak yang telah menjalin persahabatan 12 tahun lamanya, dua anak yang tidak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orangtua masing- masing yang akhirnya membuat mereka terikat. Seiring waktu berjalan, ada sesuatu yang akhirnya mengendap di dada Bara, sesuatu hal yang ia sadari bahwa itu sebuah perasaan ingin memiliki Iris lebih dari sekedar sahabat, namun kecemasan yang ia pendam juga cukup besar, hingga akhirnya membuat Bara lebih memilih untuk memendamnya.
 Hingga akhirnya, muncul Hilman dalam kehidupan Iris, salah satu murid paling populer di Sekolah, bukan sekedar wajahnya yang tampan, namun juga ia memiliki prestasi akademis yang cukup baik. Namun, bukan itu yang membuat Bara khawatir..... Bara khawatir tentang reputasi Hilman yang nantinya juga akan membuat Iris menangis.

_

 Ritual saya setiap membaca buku adalah membaca baik- baik sinopsis yang ada di belakang buku. Dan, membaca buku ini, saya langsung dibuat jatuh cinta oleh cara bercerita penulis, diksinya apik seolah penulis sudah sangat ahli dalam dunia sastra, tapi perlu kalian ketahui bahwa penulis baru saja lulus dari bangku SMA!

 Novel bergenre seperti ini sudah bukan barang baru lagi, kisah cinta sahabat jadi cinta. So, buat kalian yang pernah atau lagi terjebak friendzone, sepertinya cocok banget buat baca novel ini. Karena dalam novel ini penulis mengajak kita untuk menyelami dilema- dilema yang harus dirasakan Bara.

 Membuka bab pertama, kita langsung disuguhi oleh kutipan keren dari tokoh ternama. Hal inilah yang akhirnya membuat saya memiliki ekspektasi lebih pada novel ini, novel yang terkesan mahal, dan berkelas.

 Sayangnya novel ini terlalu tipis, hanya sekitar 127 halaman, namun memiliki beberapa konflik yang sepertinya kurang dieksplorasi dengan baik, ada beberapa bagian yang cenderung dipaksakan untuk selesai dan lanjut ke bab selanjutnya. Kedepannya, penulis sebaiknya lebih mengeksplor lagi beberapa bagian yang sebenarnya sudah sangat baik. 

 Diluar itu semua, pengetahuan penulis tentang dunia sastra sangat patut diacungi jempol, saya iri maksimal..................

 Surat Bara kepada Iris cukup membuat saya bengong sendiri, mencermati setiap kata- katanya, hingga akhirnya saya bergumam “keren banget ini....”

 Untuk bagian ending, saya merasa itu belum benar- benar selesai, terkesan menggantung, saya harap penulis mau menulis cerita lanjutan tentang kisah hubungan Bara, Iris yang sepertinya akan lebih seru lagi ketika melihat mereka berdua menginjak fase dewasa.

Kutipan yang menarik:

1. Tapi hidup selalu kayak gini, Ris. Pas kita ada di masa lalu, kita nggak sabar pengen lihat masa depan. Eh, pas udah di masa depan, kita bakal rindu sama masa lalu kita

2. Cinta harus tegas dan jujur.
3.Cinta itu sabar dan bertanggung jawab. Jangan coba- coba nyatain cinta kalo masih takut nggak bisa jaga perasaan dan jaga komitmen.
4. Namanya juga hidup, kalo terus sama berarti ndak akan ada perubahan dan pelajaran yang bakal kita dapat
5. Bagaimanapun, pesan moral tidak cocok untuk hati yang berduka

Overall: 3,5/5

Sabtu, 11 Oktober 2014

Selamat Ulang Tahun




                                                     pictsource: mike-jack.deviantart.com



 TENG.. 


 Kata itu berulang hingga dua belas kali, hari ini sudah habis, dan memulai hari baru. Benda tak bernyawa yang sedari tadi kugenggam terus bergetar, semua pesan singkat berisikan selamat ulang tahun. Aku berkali- kali mengamini, beberapa ucapan seperti semoga panjang umur, sukses, sehat selalu.

 Sudah dua tahun kamulah satu- satunya yang membuatku percaya bahwa saat berulang tahun, menunggu jarum jam tepat menunjuk 00.00 adalah sesuatu yang sangat wajib disakralkan. Dan itu, membuatku dengan bodoh sekaligus suka melakukannya, sambil ditemani oleh ucapan selamat ulangtahun darimu.
 
 Tapi, sekarang sudah 15 menit berjalan, berlalu. Kutelurusi kembali pesan- pesan singkat disana, kukira penglihatanku yang salah, namun ternyata, namamu memang belum ada disana. 

 Pikiranku bercabang, antara mengingat kembali tahun sebelumnya serta mengira- ngira mengapa namamu belum ada disalah satu pengirim selamat ulangtahun untukku.

 Tahun lalu, tepat pukul 00.00 dipenghujung bulan Oktober, kaulah yang pertama menggetarkan ponselku, memberikan selamat ulangtahun yang akhirnya menjadi kado terindahku.

 Namun, saat ini, sudah pukul 00.20 menit, dan namamu belum ada disana. Aku mengira malam mungkin sedang membelaimu, atau suamimu yang belum mau melepaskan pelukannya darimu.

 Sejujurnya aku berharap matahari datang memakan malam, malam benar- benar memberikanku kado yang begitu buruk di hari ulang tahunku tahun ini. Tapi, apalah yang bisa diperbuat, waktu memang begitu sadis, ia akan menjalankan jarumnya begitu cepat, bahkan seolah berlari saat kau tengah tertawa, bahagia, atau mungkin diam disisi orang yang kau cintai. Namun waktu akan membuatmu meronta karena ia terlalu lambat saat kau tengah dililit nelangsa.

 Kutelurusi kembali satu persatu nama disana, namun yang ada hanyalah desahan kecewa yang keluar dari mulutku. 

 Sudah pukul dua pagi, kedua mata ini belum mau terpejam, masalah yang kuterbangkan bersama kepulan- kepulan asap rokok, ternyata tidak cukup untuk memberikanku paket lega malam ini. Otot- ototku menegang, perasaan bingung, kesal, marah, berbaur menjadi satu. 

 “Belum tidur, Mas? Oh iya, Selamat ulangtahun ya. Semoga bisa jadi ayah yang baik buat Reno ”

Sosok perempuan disampingku yang sedari tadi tertidur, bangun dan mengecup pipi kananku.

Namun, bukan itu yang kutunggu..

Bisakah waktu terulang? aku mohon ada selamat ulang tahun yang lupa seseorang ucapkan padaku.