Rabu, 18 Februari 2015

Akhirnya.. Aku Mendengar Suaramu





Hasil gambar untuk puzzle tumblr



Aku tak pernah percaya tentang kebetulan. Menurutku, semua hal yang terjadi memang telah digariskan; telah mempunyai jalannya masing- masing. Tak perlu ada yang disesali walaupun awalnya Kau datang membuatku khawatir, memberiku kecemasan yang tak bertuan tapi percayalah aku menunggu suaramu dengan sangat.

Sebelumnya, ijinkan aku menguraikan fragmen- fragmen pertemuan itu, 

Malam itu, aku benar- benar gila, setumpuk pekerjaan di kantor membuat dadaku sesak, bosku juga tak henti- hentinya marah, hingga akhirnya aku memilih singgah sejenak untuk meminum wine dan melepaskan masalah bersama asap rokok.

 Pukul 02.00, aku mulai kehilangan kesadaran, hingga akhirnya lelaki itu datang. Ia menggodaku, dan entah mengapa dia dengan berani menceritakan kisah hidupnya padaku. Dia bercerita panjang lebar tentang kehidupan rumah tangganya, tentang istri yang terus mengekangnya. Dia bercerita dengan sangat serius, dan tanpa sadar wajah kami sudah terlalu dekat, bau wine yang memabukkan keluar dari mulut kami, aku larut mendengar kisahnya, aku... terhenyak dan menikmati saat ia tiba-tiba mencium bibirku dengan lembut.

 “Ngiaaaaaaaaaa...”

Akhirnya, aku mendengar suaramu- walaupun itu adalah tangis yang terdengar. Selamat datang, Putriku. 



  Mencoba meramaikan #RabuMenulis gagasmedia




Selasa, 10 Februari 2015

Review Mask[s]


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnzFDeKOosaS0EXvGu8SHv4iiSdrAuIjYpoaQb1OoLzW3_T6d4I7XDO9sjFbFTEqOLY09aqFnNxHliLc4P0vgdmzTL7CBrENO72zpsdRLukQnpzGUic6TETFmL4PqZoqPcLuhlMAC080k/s1600/2.jpg

Sinopsis Buku:

Seketika Stefhan merunduk, lalu menatapku. Kedalaman matanya dapat menghanyutkan siapa pun. Siapa pun. Sedetik kemudian, orang yang kutatap adalah aku. Wajahku yang tirus dengan rambut hitam tergerai panjang jatuh dari ubun-ubun. Bibirku yang terbentuk hampir sesempurna milik mama. Mataku yang besar dengan lipatan-lipatan kecil. Alisku yang tipis dan melengkung. Dan alis itu berkerut.

Aku seperti menatap cermin. Aku memegang alisku sendiri yang kulihat sedang berkerut, padahal aku tidak mengerutkan alisku sama sekali. Semuanya gerakan-gerakan yang kulakukan tidak ditiru cermin itu. Ini jelas salah.

"Aku bisa bertransformasi menjadi siapa pun yang aku mau, bahkan tanpa topeng-topeng itu," ujar diriku yang satu lagi itu.

Stefhan

Siapa yang mengira bahwa aku akan berada di suatu masa di mana aku bertemu kembali dengan gadis ini? Gadis dari masa kecil yang selalu kuingat dan beberapa kali muncul di mimpiku. Di masa itu aku benar-benar jatuh cinta padanya sampai aku ingin melindunginya dari segala bahaya. Walau di luar semuanya, aku menyadari bahwa akulah bahaya itu.

Shenia

Ternyata aku benar-benar tak mengetahui apa pun tentangnya. Akan lebih baik bila aku tak pernah bertemu dan mencintainya. Akan lebih baik bila aku tak pernah terjebak dalam situasi berbahaya apa pun yang dapat mengancam nyawaku. Mencintainya adalah pilihan. Bersamanya menjadi harga mati bagiku.



---

 Shenia terpaksa pindah dari Bandung ke Jakarta, itu semua karena keinginan dari ayah tirinya yang menginginkan Shenia mendapatkan hidup yang lebih baik, walaupun Shenia sempat ke London  untuk menghadiri acara pernikahan Ibunya. Namun, siapa sangka acara pernikahan yang seharusnya menjadi acara bahagia tersebut malah melahirkan sebuah kejadian yang menegangkan dan misterius.

 Namun, kejadian tersebut tak membuat Shenia bisa menetap di London, Shenia harus kembali ke Indonesia dan menjalani pendidikannya di Sekolah Internasional pilihan John (Ayah Tirinya)



Embedded image permalink



 Semesta memang ajaib, setelah menjadi murid di Sekolah itu, Shenia bertemu dengan Stefan- pemuda tampan, anak konglomerat, yang menjadi idola gadis- gadis sekolah. Seperti kata pepatah jawa, witing tresno jalaran soko kulino, Shenia dan Stefan saling jatuh cinta… dan membuat Shenia menyadari sebuah hal yang membuatnya untuk berada di sisi Stefan dengan segenap hatinya- melawan semua resiko yang siap menghadangnya…


....


 Novel ini sudah memiliki daya pikatnya sendiri dengan judul dan cover yang menarik.  Ini pertama kalinya saya membaca novel Romance  Sci-Fi yang ditulis oleh penulis Indonesia, dan ternyata… tidak mengecewakan. Tokoh- tokoh yang Aya ciptakan juga terasa nyata, Aya mendeskripsikan Stefan dan Shenia dengan baik, begitupun dengan karakter- karakter yang lain. Saya menyukai bagaimana Aya menciptakan kerinduan- kerinduan Shenia terhadap ayahnya, dan juga bagaimana Aya menciptakan Stefan dengan segala misteri- misterinya.

Embedded image permalink



 Aya berhasil meramu jalan ceritanya dengan sangat baik, alurnya tidak dibuat berbelit- belit, dan ini membuatnya menjadi nyaman untuk dinikmati.  Diksi yang Aya gunakan sederhana namun memikat.

 
 Namun, ada satu hal yang membuat saya mengacungkan jempol atas novel ini, Aya sangat apik membawakan ceritanya,  Aya membawa kita menemukan fragmen- fragmen peristiwa yang ternyata saling berkaitan satu sama lain dan akhirnya membuat pembaca bergumam “OOH TERNYATA….”


 Tetapi, tentu sebuah karya tak pernah ada yang sempurna, ada beberapa bagian yang terasa terlalu lebay (sinetron banget), seperti kata cinta yang diucapkan oleh Stefan dan Shenia.

Di luar itu, Mas[s] tetap sangat layak dibaca

ps: tidak sabar membaca Time[s] ;p

 Overall, 3,5/5

Sabtu, 31 Januari 2015

Sudah Salah



 


 pictsource: www.traxonsky.com

 “Sudah tidur?”

. Aku menikmati setiap percakapan- percakapan kecil kami menjelang dini hari. Dia akan bercerita panjang lebar dengan senyum atau sedih diakhir kalimatnya. Aku senang untuk melawan kantuk demi membaca setiap curahan- curahan hatinya, dia akan bercerita tentang hari- harinya di Kantor, tentang teman kerja yang rok-nya kependekan, bos yang kerjanya hanya marah, ataukah hal- hal kecil seperti kesialannya di pagi hari karena taksinya terlambat datang. Oh iya, aku mengoreksi, aku salah menulis kalimat, bagiku tak ada hal- hal kecil jika itu tentangnya, semua hal tentang wanita itu selalu terlihat besar di mataku. Hmm, sepertinya dia akan marah ketika membaca surat ini, dia akan mengabaikan pesanku berhari- hari dan menulis pesan singkat berisi “Jadi, aku gendut ya?!!!!!”

 Selalu menyenangkan rasanya, membaca setiap pesan- pesan singkatnya, huruf demi huruf yang ia kirimkan seolah bersuara dan menggema dan tak ada yang lebih menyenangkan ketika dia berusaha menenangkanku karena carut marut pekerjaan di Kantor dan permasalahan di Rumah. 

 Ah, aku lupa. Sedari tadi, aku ingin bertanya tentang satu hal. Pernahkah kau mencintai seseorang yang bahkan rupanya hanya pernah kau lihat di sebuah layar lebar hasil karya Alan Turning? | “Tidak, itu adalah sebuah omong kosong” | ya, pasti itu jawabannya, tapi tunggu sampai kau mengalaminya sendiri. Aku merasakannya pada wanita ini. Wanita yang kukenal dari sebuah timeline twitter seorang teman. Wanita yang dipikirannya ingin sekali bisa makan malam romantis dengan lelaki yang menyanyikan lagu payphone. Wanita penggemar berat nasi padang yang enggan mengambil cuti dari pikiranku. Namanya.... ah sudahlah, tak perlu kutulis. Pernah suatu kali kudengar, bahwa orang- orang yang memiliki nama dengan huruf konsonan yang saling berdempetan adalah orang- orang yang pandai, dan hal itu juga berlaku untuk wanita ini. Wanita pemilik dua huruf konsonan berdempetan yang sangat pandai menjawab setiap soal kimia yang kukirimkan.

 Entah ini bernama apa, berjudul apa, berstatus apa. Semua terasa abu- abu, kami seolah berada di sebuah pertigaan , yang kami sendiri tak tahu, ingin menelurusi jalan yang sama, atau berjalan sendiri di jalan masing- masing. 

 “Goodnight ... 

--
“Pa, belum tidur?”

Suara wanita di samping- mengangetkanku, kututup layar laptop dengan tergesa- gesa. Ini kesalahan yang sudah sangat fatal.

Minggu, 18 Januari 2015

Senja dan Fajar



 



 PictSource: logosgogos.tumblr.com




“Kamu percaya tentang makhluk halus yang sering keluar saat magrib untuk mengambil anak- anak yang masih berkeliaran?”

 Senja memecah keheningan dengan pertanyaannya. Seperti biasa di setiap akhir kalimatnya dia akan tersenyum menampakkan lesung pipi yang membuat kadar kecantikannya bertambah.

“Tidak, tapi orang- orang di sekitar rumahku masih percaya akan hal itu, katanya jika diculik anak- anak akan dibawa ke pohon yang tinggi dan diberi makan tai kuda.”

 Raut mukanya berubah menjadi cemberut, bibirnya terkatup, alis matanya Nampak turun ke bawah seolah saling bertautan satu sama lain.

“Menjijikkan.” Ucapnya

 Aku tertawa kecil mendengar umpatannya. Aku kenal betul dengan perempuan yang satu ini, perempuan yang senang sekali mengikat rambutnya, perempuan yang sedari dulu kukenal sangat membenci pelajaran fisika.

 “Kurang kerjaan banget sih, ngitung kecepatan buah jatuh dari pohon.”

 Itu yang sering dia ucapkan saat kami masih duduk dibangku sekolah menengah atas. Perempuan bernama Senja ini juga termasuk perempuan yang gemar sekali merasa jijik, walau itu hanya sekedar ucapan seperti tai atau ketiak. Pernah suatu kali aku menggodanya dengan mengirimkan foto ketiakku via blackberry messenger, langsung saja dia mendiamiku keesokan harinya.  Tetapi setiap kali mendiamiku seperti itu, tak butuh waktu lama, dia juga akan menghubungiku duluan dan mengucapkan kata- kata andalannya..

“Kamu itu ngangenin banget sih.”

 Dan kalimat itu akan membuatku tersenyum sepanjang hari.

“Terimakasih ya, sudah menemaniku membeli baju buat natal.”

 Aku mengangguk kecil. Sudah pukul 17.30, hari ini melelahkan, dan dia menyejukkan. Seharian aku menemaninya berkeliling Mall Panakukkang, menemaninya masuk ke satu demi satu toko baju kesukaannya.

“Kamu suka memandangi senja?”

Dia mulai bertanya lagi, mungkin heran karena melihatku terus- terusan memandangi jingga yang sedikit demi sedikit mulai gelap.

“Memandangi kamu maksudnya?.” Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya

“Bukan iih.” Jawabnya sambil mencubit lenganku yang justru malah membuatku tertawa geli melihat ekspresi wajahnya. “Serius Fajarrrrrr.”

“Tidak.”

Hening tercipta, hanya terdengar shalawat dari Masjid yang ada tak jauh dari tempat kami duduk.

“Kenapa, Jar?”

“Kamu mau tau? Aku benci sekali senja dan fajar, aku iri melihat senja dan fajar yang bisa tetap indah walau mereka tak bersama. Aku benci mengingat bahwa Senja dan Fajar berada dalam satu ruang yang sama namun… mereka tak pernah bisa sejalan dan seiring.”

 Hembusan nafasku menderu, Senja Prameswari membeku. Kami diam, tak ada yang berani membuka suara. 

 “Ya, aku pun begitu. Aku juga muak dengan Senja dan Fajar yang bisa indah tanpa bersama- sama. “

 Air matanya menetes, namun aku tak mampu berbuat apa- apa.

 “Kau mau tau, Fajar? Berpisah mungkin bisa membuat kita lebih indah, bersamamu memang sangat jauh dari kata mudah, tapi tak bersamamu tak lantas membuatku bisa berjalan dengan nyaman.”

Kami diam. Tak bersuara, hingga Adzan memecah keheningan kami..

 “Allahu-Akbar-Allahu-Akbar.”

 “Aku ke Masjid ya, pulanglah. Aku janji akan datang pernikahanmu, sampaikan salam ke Ayahmu, katakan bahwa doanya terkabul, “Aku sudah menyerah”