Selasa, 30 Desember 2014

Review Monte Carlo


 





Judul                     : Monte Carlo
Pengarang             :
Arumi E.
Penerbit                : Gagas Media
Jumlah Halaman   : 316Halaman
Cetakan                  : 2014
ISBN                      
978- 979- 780- 688- x




Pembaca tersayang,

Monako menawarkan kemewahan yang berkilau. Lewat jemarinya, Arumi E. akan mengajak kita berkeliling di Monte Carlo dengan cerita cinta penuh kejutan.

Kiara Almira ingin menjauh dari seremoni membosankan pekerjaannya di Cannes. Ia nekat membeli tiket kereta menuju Kota Nice dan melarikan diri. Seorang lelaki asing yang dijumpainya di kereta membawanya ke Monte Carlo, menjelajah tiap sudut Old Town yang memukau. Kala Kiara ingin mengenalnya lebih dekat, lelaki itu menghilang di tengah senja di Kafe Le Portrait, menyisakan rasa penasaran yang tak bisa dihapusnya.

Obsesi yang tidak masuk akal terhadap lelaki asing itu membuatnya sulit menemukan kekasih hati, sampai ia bertemu Alaric Kanigara. Meski sang Sutradara mampu membuat perasaannya melambung tinggi, hati kecil Kiara masih bertanya-tanya, ke mana pria yang tiba-tiba meninggalkannya di Monte Carlo?

Setiap tempat punya cerita.
Dari negeri Ratu Grace Kelly, skenario cinta hadir tanpa terduga.

Salam,


Editor
----
Kiara bertemu pria berkewarganegaraan Perancis yang baru saja dikenalnya di kereta. Pria itu bernama Bertrand Laforce, seorang fotografer lepas. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama di sebuah kafe bernama Le Portrait. Kafe yang tidak terlalu besar, namun di Kafe ini pengunjung dapat memandangi pesona Pantai Monte Carlo yang dipenuhi kapal- kapal mewah di sepanjang dermaga.  Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk akrab, hingga akhirnya Kiara setuju untuk difoto oleh Bertrand. Namun, ditengah- tengah suasana itu, Bertrand mendapat telepon..

 “Maaf, Kiara, aku menerima telepon dulu, ya. Tunggu sebentar,”

 Sekian lama menunggu, Kiara akhirnya memilih untuk meninggalkan kafe itu.
 Hari selanjutnya, Kiara kembali bertemu dengan seorang pria yang menarik perhatiaannya, Alaric Kanigara, sutradara kelahiran Indonesia yang bermukim di Perancis. Namun, hal itu masih kalah menarik, dibandingkan dengan pengalamannya dengan Bertrand, kemarin.
 Setahun berlalu, Kiara yang merupakan aktris Indonesia yang tengah naik daun, parasnya benar- benar membuat orang terpesona. Kiara mendapat peran utama pada sebuah film yang bersetting di Monte Carlo. Mendengar nama Monte Carlo, Kiara langsung setuju untuk menerima peran tersebut. Hal ini disebabkan oleh rasa penasarannya yang besar tentang sosok Bertrand, yang secara misterius hilang di Le Portrait. Namun, ternyata peran tersebut mempertemukannya dengan Alaric, yang baru ia ketahui ternyata didapuk sebagai Sutradara filmnya. 
 Sosok Alaric yang dilihat Kiara setahun yang lalu, ternyata sangat berbeda yang sekarang, sikapnya yang sering menyalahkan Kiara saat syuting, membuat Kiara sebal, dan akhirnya memilih untuk kabur sejenak dari semua rutinitasnya.
--
 Well, saya sebenarnya agak telat membaca novel ini. Novel ini sudah ada di rak buku, sejak beberapa bulan yang lalu, namun membaca komentar negatif di goodreads mengurungkan niat saya untuk membacanya. Saya takut tidak bisa menyelesaikannya dan malah memutuskan untuk berhenti membacanya di tengah- tengah cerita.
 Tapi, hari ini saya mulai membacanya dan berniat harus menyelesaikannya. Dan... saya berhasil membacanya dalam waktu 3 jam. Selesai membaca, saya berpikir sejenak, Monte Carlo adalah sebuah novel yang tidak terlalu buruk, namun memang masih sangat pembenahan. 
 Satu hal cukup menganggu disini, adalah bagaimana penulis menciptakan karakter Kiara Almira, okelah, tidak selamanya karakter itu berwujud protagonis, namun disini, saya benar- benar kehilangan respect kepada tokoh utama dalam novel ini. Kiara digambarkan bahwa ia seorang yang pekerja keras, bertanggung, namun nyatanya? Sudahlah saya tak menjabarkannya, banyak sekali adegan dimana Kiara benar- benar membuat saya ingin menutup novel ini.
 Sejujurnya, saya juga merasa bahwa Monte Carlo tak ubahnya sebuah teenlit, namun sedikit lebih tebal, tak ada konflik- konflik yang mampu membuat pembaca larut, semua terasa datar, tak ada letupan- letupan emosi. Diakhir novel, saya sempat berpikir bagaimana jika Bertrand dihadirkan di antara kedua tokoh, biarlah menjadi konflik yang klise, tentang dua orang pria yang memperebutkan seorang wanita, namun saya percaya penulis bisa merangkainya dengan narasi dan dialog yang apik.
 Saya juga tak merasakan bagaimana perasaan Kiara yang sebenarnya, bagaimana Kiara dan cinta masa lalunya, yang membuatnya sangat berhati- hati.
 Dan, Alaric, saya juga tak terlalu bersimpatik padanya. Bagaimana mungkin, Alaric bisa berubah layaknya orang yang tengah dimabuk cinta? Ia berubah menjadi sosok yang terlalu lebay. Atau mungkin ini karena kekuatan cinta? Hahaha, saya sendiri tak tahu, yang jelas saya memberikan minus untuk bagian ini.

"Jatuh cinta nggak semudah di film."

 Tapi, diluar itu semua, Monte Carlo bukanlah novel yang sangat buruk, Monte Carlo masih bisa dinikmati, Arumi E. Juga cukup pandai merangkai dialog- dialog dan narasinya walau memang ada beberapa bagian yang terlalu baku.
 Oh iya, cover dan ilustrasinya keren!

Kutipan yang menarik:

1. "Cantik itu relatif. Menurutmu cantik, belum tentu menurut orang lain cantik juga."
2. "Ini takdir yang lain. Mengantarkan rasa yang berbeda. Sesuatu yang menyusup diam- diam."
3. "Tersesat tanpamu yang memandu. Mengumpulkan sebait rasa rindu."
4. "Namun, siapakah yang mampu menolak perasaan cinta jika sudah terlanjur menyapa?" 
Rating: 2,5/5