Kamis, 06 November 2014

Review Seribu Kerinduan









Judul                   : Seribu Kerinduan
Pengarang           : Herlina P. Dewi
Penerbit              : Stiletto Book
Editor                  :  Paul Agus Hariyanto
Jumlah Halaman: 241 Halaman
Cetakan               : November, 2013
ISBN                    :  978-602-7572-19-5






“Sudah jangan lagi kamu menghakimiku. Jangan lagi kamu memperolokku. Percuma saja. Aku sudah tak bisa merasakan apa- apa lagi, kecuali rasa kebas ini. Dan sekarang, biarlah kehidupan memilihkan jalan untukku. Menjadi pelacur.”

 Renata, seorang fashion editor dengan karier cemerlang di Kantornya, harus pasrah pada keadaan. Setelah berpisah dengan Panji, lelaki yang sudah dipacari selama empat tahun karena perjodohan biadab itu, dia pergi ke semua tempat yang pernah mereka singgahi untuk menelusuri jejak- jejak kebersamaan. Hidup menjadi sangat membosankan baginya karena hari- harinya kini hanya dihabiskan untuk mengenang Panji. Dia pun lantas memilih menjadi pelacur, karena dengan profesi barunya itu, dia kembali merasa dicintai, dihargai, dibutuhkan, dan disanjung.

 Namun, ia sadar, menjadi pelacur hanyalah sebuah persinggahan sebelum dia benar- benar melanjutkan hidup sesuai dengan keinginannya. Lantas, kehidupan seperti apa yang sebenarnya ingin dijalaninya? Tanpa Panji? Bisakah?

--
 
Renata, perempuan berparas cantik yang bekerja sebagai Fashion Editor pada majalah terkenal. Selain karir yang cemerlang, ia juga mempunyai Panji, sosok yang kaya, tampan, dan mencintainya sepenuh hati. Namun, hidup selalu punya celah untuk membuatmu jatuh agar kau belajar agar dapat berjalan lebih kuat lagi.

 Hubungannya dengan Panji, lelaki yang telah bersamanya selama 4 tahun terakhir, terpaksa usai karena vonis Perjodohan. Orangtua Panji yang otoriter,  terlalu memaksa Panji untuk mencari seorang wanita yang “kelasnya” setara dengan mereka. Dan, Ibu Panji berpikir bahwa Renata bukanlah calonnya. Renata tak memiliki bibit, bebet dan bobot untuk bisa bersanding dengan Panji.

 Tentu, Panji menolak dengan keras. Berbagai upaya ia lakukan agar bisa membuat Ibunya yakin, namun sebuah perjuangan punya titik jenuhnya sendiri, akhirnya Panji memilih untuk menyerah, dan setuju mengikat janji suci dengan Ayu.

 Kabar pernikahan, Panji dan Ayu, tentu membuat hidup Renata jungkir balik, pekerjaannya di Kantor menjadi amburadul dan membuatnya harus menerima kenyataan bahwa ia telah dipecat karena beberapa kesalahan fatal yang ia perbuat.

 Hidup Renata menjadi hancur, kisah cinta yang kandas dan pekerjaan yang lepas. Hingga akhirnya, membuat ia memilih memberikan jeda bagi lukanya agar tidak terasa terlalu perih. Pertemuannya dengan Dion di Klab Malam, membuat semuanya berubah, Hidup menyajikan sesuatu yang Renata harus jalani.

Melacur.


--



 Awal membaca novel ini saya sudah berekspektasi tinggi, hal itu dikarenakan dari beberapa novel stiletto yang saya baca, semuanya berkesan. Apalagi novel Seribu Kerinduan, sudah membuat saya harus bilang “WOW” karena covernya yang benar- benar keren, menggambarkan kesenduan, kehilangan, luka.

 Herlina P. Dewi menyajikan novel Seribu Kerinduan dengan apik, mengajak pembaca menyelami hati Renata, disajikan dengan alur maju yang diselipkan beberapa flashback. 

 Saya kesal dengan sikap Renata, yang menjadikan pelacuran sebagai tempat dimana ia dapat meraup uang setelah dipecat, padahal dengan wajah yang cantik, otak yang cerdas, dan pengalaman bekerja di salah satu majalah terkenal, menurutku tak akan susah baginya untuk mendapatkan sebuah pekerjaan.

 “Jika seorang wanita merenung dan tiba- tiba menangis, artinya dia sedang mengingat seseorang.”

 Namun, Penulis menyajikan sudut pandang yang lain. Penulis mengajak kita menyelami hati Renata, mengajak kita untuk merenungkan kembali, bahwa patah hati bukan perkara mudah dilalui bagi setiap orang, dan setiap orang akan selalu punya caranya sendiri untuk menyembuhkannya.

 Penggambaran hati Renata, benar- benar terasa, kita diajak jungkir balik bersama, merasakan sesaknya semua penderitaan Renata. Beberapa bagian membuat saya dengan senang hati membacanya berulang kali, terutama pada bagian tentang pandangan Renata tentang dunia pelacuran dan bagaimana ia memberikan “skak matt” pada Dion di halaman 176..

 “... Terus, kalau nanti calon suami gue tahu gue pernah jadi pelacur gimana? Terus, lo nggak tahu kan perasaan malu gue ke Tuhan setiap kali gue pengin berdoa dan salat? Nggak seenak apa yang lo pikirin Dion.... Hidup nggak cuma sekadar urusan uang.”

 Pada halaman 176 itu, penulis (lagi-lagi) berhasil memberikan sebuah sudut pandang yang lain, sudut pandang dari Renata yang berhasil membuat saya terenyuh, dan merenungkan beberapa kejadian dalam hidup yang membuat saya dengan seenaknya menghakimi orang lain. 

 Gaya penceritaan penulis sederhana, namun meninggalkan kesan yang dalam, saya menyukai bagaimana penulis mendeskripsikan beberapa tempat dengan sangat detail, sehingga membuat pembaca yang belum pernah kesana, bisa merasakannya.

  Salah satu bagian yang cukup istimewa, adalah perjumpaan (kembali) Panji dan Renata. Namun, sayang setelah bagian itu penulis seolah tengah mengikuti perlombaan lari agar secepat mungkin mencapai garis finish, sehingga membuat endingnya menjadi tidak terlalu “sreg” dan membuat saya berpikir sejenak 
“semudah itukah, Renata?”

. Mungkin, akan lebih baik jika setelah pertemuan itu penulis menjabarkan kembali tentang perasaan Renata, mengajak pembaca menyelami lebih dalam tentang dilema- dilema yang akhirnya harus ia hadapi. 

 Tapi, secara keseluruhan, Seribu Kerinduan adalah novel yang sangat asik untuk dibaca. Banyak pelajaran yang mampu kita petik di dalamnya, seperti untuk tidak memandang hidup dengan sebelah mata.

 “Sometimes we need stop blaming the past and start creating the future.”


 
Btw, buat yang gampang nangis, disarankan untuk menyediakan sekotak tissu saat membacanya, Penulis pinter banget mengolah emosi- emosi yang ada dalam novel ini. 


Kutipan yang menarik:

1.      Life must go on. Perut lapar, dan tak ada yang gratis di dunia ini.
2.      Siapa yang bisa menolak ketika kita sudah mulai mencintai seseorang
3.      Jangan nyalahin siapa- siapa. Waktu akan nyembuhin
4.      Cinta merupakan kekuatan yang tak akan pernah bisa ditundukkan. Kalau kita berusaha mengendalikannya, cinta akan menghancurkan kita.

Overall, 4/5