Judul : Bunga di atas Batu
Penulis : Aesna
Percancang Sampul
: Fahmi Fauzi
Penerbit
: Moka Media
Cetakan : 2014
Jumlah halaman
: 127 halaman
ISBN : 979-795-842-6
Iris yang baik,
Setelah kupertimbangkan masak-masak, beginilah akhirnya cara yang kupilih. Bukan supaya diriku terelak dari duka perpisahan. Ketahuilah, pada huruf-huruf terakhir setiap kata yang kutulis, kesedihan menderaku tanpa ampun bagaikan pesuruh Zeus mendera Prometeus yang malang (bukankah kamu menyukai dongeng-dongeng Yunani?). Kutahankan rasa sakit itu demi hal-hal yang mungkin bisa kujelaskan lebih baik secara tertulis ketimbang dibicarakan langsung. Jika terasa tidak adil, maafkanlah.
Manakala surat ini sampai padamu, telah jauh aku meninggalkan rumah dan “tempat rahasia kita.” Tapi yakinlah, jarak di antara dua manusia bukan melulu perkara terlihat atau tidaknya sosok, terdengar atau tidaknya suara, terasa atau tidaknya sentuhan, terhirup atau tidaknya aroma masing-masing. Selama ini, misalnya, dengan bertemu setiap hari, seberapa dekat sebenarnya hati kita? Seberapa banyak kau mengerti perasaanku atas dirimu dan sebaliknya?
Ini adalah kisah tentang Iris dan Bara, dua
anak yang telah menjalin persahabatan 12 tahun lamanya, dua anak yang tidak
memperoleh kasih sayang yang cukup dari orangtua masing- masing yang akhirnya
membuat mereka terikat. Seiring waktu berjalan, ada sesuatu yang akhirnya
mengendap di dada Bara, sesuatu hal yang ia sadari bahwa itu sebuah perasaan
ingin memiliki Iris lebih dari sekedar sahabat, namun kecemasan yang ia pendam
juga cukup besar, hingga akhirnya membuat Bara lebih memilih untuk memendamnya.
Hingga akhirnya, muncul Hilman dalam kehidupan
Iris, salah satu murid paling populer di Sekolah, bukan sekedar wajahnya yang
tampan, namun juga ia memiliki prestasi akademis yang cukup baik. Namun, bukan
itu yang membuat Bara khawatir..... Bara khawatir tentang reputasi Hilman yang
nantinya juga akan membuat Iris menangis.
_
Ritual saya setiap membaca buku adalah membaca
baik- baik sinopsis yang ada di belakang buku. Dan, membaca buku ini, saya
langsung dibuat jatuh cinta oleh cara bercerita penulis, diksinya apik seolah
penulis sudah sangat ahli dalam dunia sastra, tapi perlu kalian ketahui bahwa
penulis baru saja lulus dari bangku SMA!
Novel bergenre seperti ini sudah bukan barang
baru lagi, kisah cinta sahabat jadi cinta. So, buat kalian yang pernah atau
lagi terjebak friendzone, sepertinya cocok banget buat baca novel ini. Karena
dalam novel ini penulis mengajak kita untuk menyelami dilema- dilema yang harus
dirasakan Bara.
Membuka bab pertama, kita langsung disuguhi
oleh kutipan keren dari tokoh ternama. Hal inilah yang akhirnya membuat saya
memiliki ekspektasi lebih pada novel ini, novel yang terkesan mahal, dan
berkelas.
Sayangnya novel ini terlalu tipis, hanya
sekitar 127 halaman, namun memiliki beberapa konflik yang sepertinya kurang
dieksplorasi dengan baik, ada beberapa bagian yang cenderung dipaksakan untuk
selesai dan lanjut ke bab selanjutnya. Kedepannya, penulis sebaiknya lebih
mengeksplor lagi beberapa bagian yang sebenarnya sudah sangat baik.
Diluar itu semua, pengetahuan penulis tentang
dunia sastra sangat patut diacungi jempol, saya iri maksimal..................
Surat Bara kepada Iris cukup membuat saya
bengong sendiri, mencermati setiap kata- katanya, hingga akhirnya saya bergumam
“keren banget ini....”
Untuk bagian ending, saya merasa itu belum
benar- benar selesai, terkesan menggantung, saya harap penulis mau menulis
cerita lanjutan tentang kisah hubungan Bara, Iris yang sepertinya akan lebih
seru lagi ketika melihat mereka berdua menginjak fase dewasa.
Kutipan yang menarik:
1. Tapi hidup selalu kayak gini, Ris. Pas kita ada di masa lalu, kita nggak sabar pengen lihat masa depan. Eh, pas udah di masa depan, kita bakal rindu sama masa lalu kita
2. Cinta harus tegas dan jujur.
3.Cinta itu sabar dan bertanggung jawab. Jangan coba- coba nyatain cinta kalo masih takut nggak bisa jaga perasaan dan jaga komitmen.
4. Namanya juga hidup, kalo terus sama berarti ndak akan ada perubahan dan pelajaran yang bakal kita dapat
5. Bagaimanapun, pesan moral tidak cocok untuk hati yang berduka
Overall: 3,5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar