“Sudah tidur?”
. Aku
menikmati setiap percakapan- percakapan kecil kami menjelang dini hari. Dia
akan bercerita panjang lebar dengan senyum atau sedih diakhir kalimatnya. Aku
senang untuk melawan kantuk demi membaca setiap curahan- curahan hatinya, dia
akan bercerita tentang hari- harinya di Kantor, tentang teman kerja yang
rok-nya kependekan, bos yang kerjanya hanya marah, ataukah hal- hal kecil
seperti kesialannya di pagi hari karena taksinya terlambat datang. Oh iya, aku
mengoreksi, aku salah menulis kalimat, bagiku tak ada hal- hal kecil jika itu
tentangnya, semua hal tentang wanita itu selalu terlihat besar di mataku. Hmm,
sepertinya dia akan marah ketika membaca surat ini, dia akan mengabaikan
pesanku berhari- hari dan menulis pesan singkat berisi “Jadi, aku gendut
ya?!!!!!”
Selalu menyenangkan rasanya, membaca setiap
pesan- pesan singkatnya, huruf demi huruf yang ia kirimkan seolah bersuara dan
menggema dan tak ada yang lebih menyenangkan ketika dia berusaha menenangkanku
karena carut marut pekerjaan di Kantor dan permasalahan di Rumah.
Ah, aku lupa. Sedari tadi, aku ingin bertanya
tentang satu hal. Pernahkah kau mencintai seseorang yang bahkan rupanya hanya
pernah kau lihat di sebuah layar lebar hasil karya Alan Turning? | “Tidak, itu
adalah sebuah omong kosong” | ya, pasti itu jawabannya, tapi tunggu sampai kau
mengalaminya sendiri. Aku merasakannya pada wanita ini. Wanita yang kukenal
dari sebuah timeline twitter seorang teman. Wanita yang dipikirannya ingin
sekali bisa makan malam romantis dengan lelaki yang menyanyikan lagu payphone. Wanita
penggemar berat nasi padang yang enggan mengambil cuti dari pikiranku. Namanya....
ah sudahlah, tak perlu kutulis. Pernah suatu kali kudengar, bahwa orang- orang
yang memiliki nama dengan huruf konsonan yang saling berdempetan adalah orang-
orang yang pandai, dan hal itu juga berlaku untuk wanita ini. Wanita pemilik
dua huruf konsonan berdempetan yang sangat pandai menjawab setiap soal kimia
yang kukirimkan.
Entah ini bernama apa, berjudul apa, berstatus
apa. Semua terasa abu- abu, kami seolah berada di sebuah pertigaan , yang kami
sendiri tak tahu, ingin menelurusi jalan yang sama, atau berjalan sendiri di
jalan masing- masing.
“Goodnight ...
--
“Pa,
belum tidur?”
Suara wanita di samping- mengangetkanku, kututup layar
laptop dengan tergesa- gesa. Ini kesalahan yang sudah sangat fatal.